Marketers: Concepts and Vision

5 min read

Menjadi ujung tombak sebuah lapangan golf untuk mendapatkan kunjungan dari berbagai kelas golfer, marketer ditantang untuk berpikir dan bertindak secara kreatif. Tidak hanya harus piawai secara lisan dan memiliki konsep yang visioner, tantangan dari pekerjaan para marketer juga erat kaitannya dengan keberhasilan sebuah turnamen hingga citra sebuah lapangan. Pada edisi khusus ini, GolfMagz sengaja menemui dua marketer dari dua lapangan terbaik di Jakarta: Senayan National Golf Club dan Royale Jakarta Golf Club. Dua marketer ini bercerita secara singkat tentang kiprah dan triks mereka memarketingi lapangan golf yang memiliki beragam sumber daya manusia, termasuk karakteristik golfer di Indonesia yang singgah di lapangan golf mereka. Berikut petikan wawancaranya:

 

Apa yang melatarbelakangi Anda tertarik untuk terjun ke dunia marketing?

Veli: Dunia marketing itu sangat dinamis dan selalu memiliki sesuatu yang baru dan sangat menarik untuk dipelajari. Setiap bidang punya strategi yang berbeda untuk dapat menembus market , oleh karena itu saya sangat cinta dengan dunia ini.

Rini: Sejak saya tergabung di Cengkareng Golf Club, dimana dunia marketing di dunia golf sangatlah luas dan tidak monoton bertemu client di dalam perkantoran tapi bisa juga di club house dengan pemandangan lapangan rumput yang hijau, dimana pelanggan lebih rilex dan nyaman.  Bertemu dengan banyak pelanggan dari segala bidang usaha yang berbeda-beda merupakan hal yang menarik bagi saya.

Bisa diceritakan sejak kapan Anda tergabung di tempat Anda bekerja saat ini?

Veli: Mungkin ini yang bisa mendefinisikan kalau “Jodoh ga lari kemana” . Awal gabung dengan Ancora Sports di 2013 kemudian re-join lagi dengan Senayan National Golf Club di tahun 2016.

Rini: Saya bergabung di Championship Course atau orang lebih kenal dangan nama Royale Jakarta Golf Club  sejak tahun 2008.

Di banyak lapangan golf dunia, saat ini banyak yang mengalami kelesuan. Lalu, apa strategi yang Anda terapkan ketika pengunjung lapangan golf sepi?

Veli: Tidak ada strategi khusus. Saat sepi , kami selalu kontak satu persatu para golfers untuk bermain golf. Nah, disitu kita bisa dapat masukan atau kritikan yang tentunya bisa jadi bahan improvisasi kami.

Rini: Mencari tahu lebih dahulu apakah sepi karena adanya ketidaknyamanan pelanggan yang dikarenakan beberapa faktor seperti harga, pelayanan, ataupun kondisi lapangan.  Apabila hal tersebut sudah diketahui baru memperbaikinya dengan melakukan sales call ataupun sales visit ditunjang dengan meningkatkan kreatifitas dan inovasi, seperti mengadakan tournament untuk para regular customer.

Di tengah dunia serba digital & media sosial, apakah kerja marketing menjadi lebih mudah atau malah memiliki tantangan tersendiri?

Veli: Ini menarik.  Karena, sebenarnya tergantung dari usia golfers itu sendiri. Untuk usia golfers yang milenial tentu saja media sosial dan digital marketing ini sangat membantu untuk reach out mereka. Namun, untuk golfers yang usianya diatas 50 tahun perlakuannya beda.  Kami menggunakan pendekatan yang berbeda dan disitulah tantangan kami untuk merubah behavior mereka.

Rini: Pastinya dengan adanya digital dan social media hal tersebut sangatlah mempermudah dan menunjang pekerjaan kita sebagai marketing.  Tetapi hal tersebut tidak mengurangi tugas marketing untuk bertemu dengan pelanggan secara langsung. Kegiatan seperti ini kerap kami lakukan untuk mendengar langsung masukan dari para client.

Dari sisi marketing, bagaimana Anda melihat golf Indonesia di masa mendatang?

Veli: Sekitar 5-10 tahun mendatang , Golf di Indonesia akan semakin dikenal bukan hanya dari sisi olahraganya namun juga dari sisi lifestyle. Seperti halnya olahraga lari yang menjadi trend dan booming beberapa tahun silam , golf akan menjadi bagian dari gaya hidup. Saya sangat optimis soal itu.

Rini: Sangat sulit berkembang jika pemerintah tidak  ikut andil serta berperan aktif di dalamnya. Karena golf bukan merupakan bidang olah raga saja, tapi golf juga membantu meningkatkan jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Dunia golf itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah kondisi perekonomian serta politik, beda dengan bidang olah raga lainnya.  Karena setiap lapangan golf memiliki struktur lapangan yang berbeda – beda hal ini merupakan point yang paling menonjol dibandingkan dengan bidang olah raga lainnya.   

Selama Anda bekerja sebagai marketer, Bagaimana Anda menggambarkan demografi para golfer di Indonesia?

Veli: Secara general, sekitar 60% didominasi oleh golfer yang usianya 45 tahun keatas , diantaranya very serious gentlemen golfers. Selebihnya golf for networking dan golf for leisure. Nah, ada pula mereka yang memiliki potensi besar untuk menjadi golfer. Karena tidak menutup kemungkinan mereka ini yang bisa menjadi the next generation di lapangan golf. Most of them are still young tapi very eager to learn. Di Senayan National sendiri , night golf kita di dominasi oleh anak muda & young excecutive. Hal ini menandakan bahwa mereka berminat untuk meluangkan waktu untuk bermain golf setelah seharian bekerja .

Rini: Golfer di Indonesia masih terpusat di Jabotabek. Sementara banyak golfer yang masih mempertimbangkan berbagai aspek untuk datang ke sebuah lapangan. Contohnya jarak,  harga, kualitas serta infrastruktur penunjang lapangan tersebut.

Rencana marketing lapangan golf Anda di masa mendatang?

Veli: Saat ini Senayan National sedang membangun driving range yang akan rampung di bulan Oktober. Mengusung konsep lifestyle tentunya akan ada beragam tenant. Mohon sabar ya (tertawa).

Rini: Di RJGC, kami memberikan pelayanan dan paket yang menarik bagi penyelenggara event dan golfer.   Walaupun paket  yang menarik lebih tinggi dari yang lapangan golf lain, hal ini juga tentu saja kami imbangi dengan  dengan kualitas pelayanan, kondisi lapangan serta fasilitas yang lebih baik.  Mengembangkan inovasi dan kreatifitas di segala aspek yang mendukung juga akan kami lakukan demi memajukan RJGC.

You May Also Like

More From Author